Sabtu, 06 Oktober 2012

Tulisan Softskill Etika Profesi Akuntansi Tugas Wajib Minggu ke 2 Yulita Maulida/21209675/4EB13


Tulisan Softskill Etika Profesi Akuntansi
Tugas Wajib Minggu ke 2
Yulita Maulida/21209675/4EB13

Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang  menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah  dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.

A. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah, yaitu sebagai berikut :
a) Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.

b) Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.

c) Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
d)Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.

B. Kesaling-Tergantungan antara Bisnis Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.

Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.

Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras. Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.

Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.

Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.

Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia. Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama.
Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.


C. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas 4 sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak "mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika danmoral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5 tidak bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

D.Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis :
1.Situasi Dahulu :
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan :
 Tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS :
Tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa :
Tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global :
Tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etik".

2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.

3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

7.  Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit 
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah.
Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi"
kepada pihak yang terkait. 

8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untu menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi.

Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu :
1.Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.

E. Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat. 
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar